Disqus Shortname

Senin, 23 Oktober 2017

Oktober 23, 2017
1
ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH


BAB I
PENDAHULUAN
    1. Latar Belakang
Bangsa yang maju dan beradap adalah bangsa yang tidak terlepas dari beradaban (civilization) dan memakaikan agama (religion) sebagai baju bangganya. HAR. Gibb (1859-1940) mengatakan, Islam is a complete civilization (Islam adalah sebuah peradaban yang sempurna).  Meskipun demikian, kenyataannya masyarakat masih banyak yang belum mengerti betul apa itu peradaban dan Islam sebagai agama yang sempurna belum masuk di hati bangsa ini.
Ro aitu al-Muslimah duna al-Islam, wa ro aitu al-Islama duna al-Muslimah, yaitu nilai-nilai Islam dapat ditemukan di tengah-tengah non-Muslim, dan sebaliknya nilai-nilai non-Muslim banyak ditemukan pada masyarakat Islam. Mengapa? Karena masyarakat Muslim sekarang sudah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan yang membuat Islam sendiri runtuh dari nilai tauhidnya.
Dalam perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin lama dikuasai oleh non-Muslim, alangkah baiknya, sebagai negara yang menghormati peradaban dan sejarah. Khususnya Muslim ditekankan mengetahuai sejarah-sejarah nenek moyang yang sudah mendahuluinya sebagai bahan renungan dan pembelajaran
Dalam makalah ini, kita akan membahas secara khusus mengenai dinasti abni umayyah dari awal mulanya terbentuk hingga penyebab runtuhnya bani umayyah.
B.  Rumusan Masalah
  1. Bagaimanakah awal mula terbentuknya dinasti bani umayyah ?
  2. Bagaimanakah perkembangan dinasti bani umayyah dari awal terbentuk hingga runtuh?
C. Tujuan penulisan
 1.   Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah peradaban islam.
2.      Untuk menambah pengetahuan tentang sejarah dinasti bani umayyah


D. Batasan masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian yang penulis lakukan hanya terfokus pada dinasti bani umayyah.
E.  Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penulisan. Dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, penulis menggunakan beberapa metode Studi Literatur (Library Research)
Yaitu informasi yang didapat dari buku catatan, majalah, dokumen, artikel dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan masalah pada makalah ini.
F.  Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh melalui hasil Studi Literatur (Library Research), kemudian dideskripsikan dengan cara menggunakan analisis data.


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Sejarah berdirinya Dinasti bani umayyah
Sejarah berdirinya Dinasti bani Umayyah dilatar belakangi oleh peristiwa perdamaian Islam dikota Maskin dekat Madam Kuffuah yang dikenal dengan sebutan Ammul Jamaah. Perdamaian tersebut tarjadi pada tahun 41 Hijriyah/661 Masehi pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Kemudian dari perdamaian Islam tersebut dipegang oleh Hasan bin Ali. Sistem demokrasi yang telah dibangun oleh Khulafaur Rasyidin diganti menjadi sistem pemerintahan monarki (keturunan). Hal ini menjadi perpolitikan yang panjang bagi umat Islam. Mengingat pada saat Khalifah Usman bin Affan wafat digantikan dengan Ali Bin Abi Thalib.Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib pun memicu perdebatan antara kaum muslimin itu sendiri. Penolakan beruntut menjadi konflik yang tiada henti sehingga terjadi peperangan antara pendukung Ali bin Abu Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sofyan yang merupakan pendukung Khalifah Usman bin Affan.
Mengingat Khalifah Ali bin Abu Thalib akan mengusut pembunuhan Usman bin Affan, beliau sangat berhati-hati manangani masalah ini. Karena beliau tidak ingin ada dampak yang buruk terjadi dalam penanganan masalah tersebut.Keluarga Bani Umayyah yang selama ini merasa mempunyai pelindung atas berbagai kepentingan mereka menjadi terguncang mendengar Khalifah Usman bin Affan wafat.Bani Umayyah berupaya mencari pembunuh Khalifah Usman bin Affan untuk menuntut balas. Upaya yang dilakukan adalah menuntut Ali bin Abu Thalib untuk mengusut tuntas pembunuhan itu. Tetapi tidak ada respon maka dari itu Muawiyah bin abu Sofyan dan pendukungnya Bani Umyyah menyusut pembunuhan tersebut.
Dengan cara mencari informasi sehingga informasi yang didapat bahwa dalang dibalik pembunuhan tersebut adalah Muhammad bin Abu Bakar. Bani Ummayah dan para pendukungnya menuntut Ali bin Abu Thalib untuk melakukan proses hukum terhadap Muhammad bin Abu Bakar.Namun, Ali bin Abu Thalib tidak mengabulkan permintaan tersebut karena tuduhan tersebut tidak berdasarkan bukti yang kuat. Karena keberadaan Muhammad bin abu Bakar justru untuk melindungi Khalifah Usman bin Affan.Dari hal tersebut, Khalifah Ali bin Abu Thalib mengubah sistem pemerintahan dan merombak pemerintahan serta mengambil langkah pergantian pejabat yang diangkat oleh Usman bin Affan karena dianggap sumber kekacauan.
Muawiyah memanfaatkan kekecewaan para mantan pejabat pada masa Usman bin Affan. Sehingga banyak melakukan penolakan sampai-sampai para pendukung Usman bin Affan membawa jubah Khalifah Usman bin Affan yang penuh darah dan menuduh Ali bin Abu Tholib terlibat dalam pembunuhan ini dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap Khalifah Ali bin Abu Thalib.Selain Muawiyah, kelompok pendukung Ali bin abu Thalib sebagai kaum Syam dan kelompok Zubair bin Awwan tidak menyetujui Khalifah Ali bin Abu Thalib. Mereka menganggap beliau tidak mampu mengatasi dunia politik dalam negeri dan lambannya pengusutan kasus pembunuhan Khalifah Usman bin Affan. Dengan adanya kelompok tersebut akhirnya menimbulkan perselisihan antar sesama muslim. Padahal sebenarnya Abdullah bin Saba’ orang Yahudi yang pura-pura masuk Islam kemudian menyebarkan fitnah. Akhirnya menimbulkan perang, pasukan Ali bin Abu Thalib menyerang kota Basrah dan bertempur di Khutaibah dekat Basrah pada tanggal 10 Jumadil akhir 36 H.
Sebenarnya pemimpin menginginkan damai akan tetapi pasukan ingin menyelesaikan peperangan. Dalam peperangan itu Zubair bin Awwan tewas dan Abdullah bin Zubair melarikan diri.Setelah perang itu, pasukan menuju ke Kuffah untuk menyelesaikan permasalahan dengan Muawiyah. Pasukan Khalifah Ali bin Abu Thalib mengutus Jarir bin Abdullah Al Bajali agar Muawiyah menjauh dari kekhalifahan Ali bin Abu Thalib.Ajakan damai tersebut masih ditolak oleh Muawiyah. Karena tidak ada titik temu pasukan Ali bin Abu Thalib terus maju hingga kesuatu tempat bernama Siffin. Disinilah pertempuran berlangsung selama 40 hari  pada tahun 657. Perang ini disebut dengan perang Siffin. Sehingga berakhir dengan damai dan membuahkan kesepakatan bahwa:
  • Usman bin Affan meninggal karena teraniaya dan yang berhak menuntut balas adalah Muawiyah.
  • Ali bin Abu Thalib dan Muawiyah harus turun dari jabatan masing-masing.
  • Pengunduran diri mereka disaksikan oleh 100 orang utusan kedua belah pihak.
Khalifah Ali bin Abu Thalib wafat pada tanggal 15 Ramadhan 40 H karena terbunuh oleh Abdurahman bin Ibnu Muljam ketika beliau sedang shalat subuh. Pemerintahan khulafaur Rasyidin digantikan oleh Hasan bin Ali yang merupakan anak dari Ali bin Abu Thalib sendiri. Tetapi kepemimpinan Hasan tidak berlangsung lama karena selalu ditekan oleh Muawiyah.
Akhirnya dengan jiwa besar Hasan bin Ali menyerahkan tahta kepada pemerintahan Muawiyah dengan tiga syarat yaitu Muawiyah harus menjamin keselamatan seluruh keluarganya, Muawiyah harus menjaga nama baik Khalifah Ali bin Abu Thalib, dan setelah Muawiyah meninggalkan jabatan kepemimpinan harus diserahkan kepada kaum muslimin secara bermusyawarah. Setelah terjadi kesepakatan, Muawiyah datang ke Kuffah untuk bersumpah dan ditetapkan sebagai Khalifah yaitu pada bulan Rabiul Akhir tahun 41 H. Setelah itu Ia kembali ke Damaskus dan menetapkan kota Damskus sebagai pusat pemerintahan kerajaan Daulah Bani Umayyah.
  1. Perkembangan Dinasti Bani Umayyah
Dinasti Bani Umaiyah berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (41- 132 H/661-750 M). Setelah Muawiyah memindahkan pusat pemerintahan dari kota Madinah (Kuffah ke Damaskus, maka pemerintahan Muawiyah berubah bentuk dari Theo-Demokrasi menjadi Monarki (kerajaan/dinasti) hal ini berlaku semenjak ia mengangkat putranya Yazid sebagai putra mahkota. Kebajikan yang dilakukan oleh Muawiyah ini dipangaruhi oleh tradisi yang terdapat dibekas wilayah kerajaan Bizantium yang sudah lama dikuasai oleh Muawiyah, semenjak dia diangkat menjadi Gubernur oleh Umar Ibn Khatab di Suriah. Setelah Muawiyah meninggal dunia orang-orang keterunan Umayyah mengangkat Yazid bin Muawiyah menjadi Khalifah sebagai pengganti ayahnya.Semenjak itu sistim pemerintahan Bani umayyah memakai sistim turun-temurun sampai kepada Khalifah Marwan bin Muhammad.
Marwan bin Muhammad tewas dalam pertempuran melawan pasukan Abdul Abbas As-Safah dari Bani Abas pada tahun 750 M. dengan demikian berakhir Dinasti Bani Umayyah dan diganti oleh Dinasti Bani Abbasiyah setelah memerintah lebih kurang 90 tahun.Atas perubahan bentuk pemerintahan dari demokrasi ke munarchi, menimbulkan pertentangan dua tokoh, yakni Husen bin Ali dengan Abdullah bin Zuber sehingga mumbuat Husen dan Abdullah meninggalkan kota Madinah. Adapun khalifah-khalifah terbesar Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abi Sofyan  (661-680 M), Abd Al-Malik bin Marwan (685-750 M), Al-Walid bin Abdul Malik (705-715), Umar bin Abdul Azis (717-720 M), Hasyim bin Abdul Malik (720-743 M), puncak kejayaan Dinasti Bani Umayyah terjadi pada masa Umar bin Abdul Aziz (717-720 M), setelah itu merupakan masa keruntuhannya.
Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan kharismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistem Monarchi Heredity (Kerajaan/Dinasti), yaitu kepemimpinan yang di wariskan secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh Monarchi di Persia dan Binzantium.Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “Penguasa” yang di angkat oleh Allah.Karena proses berdirinya pemerintahan Bani Umayyah tidak dilakukan secara demokratis dimana pemimpinnya dipilih melalui musyawarah, melainkan dengan cara-cara yang tidak baik dengan mengambil alih kekuasaan dari tangan Hasan bin Ali (41 H/661M) akibatnya, terjadi beberapa perubahan prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi kekuasaan dan perkembangan umat Islam.
Diantaranya pemilihan khalifah dilakukan berdasarkan menunjuk langsung oleh khalifah sebelumnya dengan cara mengangkat seorang putra mahkota yang menjadi khalifah berikutnya.Orang yang pertama kali menunjuk putra mahkota adalah Muawiyah bin Abi Sufyan dengan mengangkat Yazib bin Muawiyah. Sejak Muawiyah bin Abi Sufyan berkuasa (661 M-681 M), para penguasa Bani Umayyah menunjuk penggantinya yang akan menggantikan kedudukannya kelak, hal ini terjadi karena Muawiyah sendiri yang mempelopori proses dan sistem kerajaan/Dinasti dengan menunjuk Yazid sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya kelak. Penunjukan ini dilakukan Muawiyah atas saran Al-Mukhiran bin Sukan, agar terhindar dari pergolakan dan konflik politik intern umat Islam seperti yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.Sejak saat itu, sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah telah meninggalkan tradisi musyawarah untuk memilih pemimpin umat Islam.
Untuk mendapatkan pengesahan, para penguasa Dinasti Bani Umayyah kemudian memerintahkan para pemuka agama untuk melakukan sumpah setia (bai’at) dihadapan sang khalifah. Padahal, sistem pengangkatan para penguasa seperti ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi dan ajaran permusyawaratan Islam yang dilakukan Khulafaur Rasyidin. Selain terjadi perubahan dalm sistem pemerintahan, pada masa pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat perubahan lain misalnya masalah Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, Baitulmal berfungsi sebagai harta kekayaan rakyat, dimana setiap warga Negara memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut. Akan tetapi sejak pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, Baitulmal beralih kedudukannya menjadi harta kekayaan keluarga Raja seluruh penguasa Dinasti Bani Umayyah kecuali Umar bin Abdul Aziz (717-720 M).Selama masa Bani Umayyah ada 14 khalifah antara lain:
1. Muawiyah bin Abu Sufyan  (41-60 H / 661-680 M)
Nama lengkapnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abd Syams bin Abdul Manaf, biasa dipanggil Abu Abdurrahman. Ia masyhur dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Ia lahir di Makkah tahun 20 sebelum hijrah. Ayahnya adalah Abu Sufyan, dan ibunya adalah hindun binti Utbah. Ia adalah sosok yang terkenal fasih, penyabar, berwibawa, cerdas, cerdik, badanya tinggi besar, dan kulitnya putih. Ia masuk Islam bersama ayah, ibu, dan saudaranya Yazid pada saat pembukaan kota Makkah tahun 8 H. Ia pernah ikut perang Hunain dan ia adalah seorang juru tulis Al Qur’an.Karir politiknya diawali ketika Umar bin Khattab pernah menugaskan sebagai gubernur Yordania. Dan pada masa Utsman bin Affan , dia ditugaskan menjadi gubernur Syiria.
Muawiyah menjadi Khalifah pada tahun 41 H setelah Hasan bin Ali menyerahkan khilafah kepadanya. Muawiyah bin Abi Sufyan mendirikan dinasti Bani Umayyah dan sebagai khalifah pertama. Ia memindahkan ibukota dari Madinah al Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah Syiria. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali. Disamping itu ia juga mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan kiriman pos.
Muawiyah bin Abu Sufyan menerapkan sistem monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun). Ia menunjuk anaknya, Yazid bin Muawiyah sebagai penerusnya. Ia mengadopsi dari sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium.
Muawiyah bin Abu Sufyan berkuasa selama 20 tahun. Ia meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.
2. Yazid  bin Muawiyah  (60-64 H / 680-683 M)
Nama lengkapnya Yazid bin Muawiyah bin Abi Sufyan. Ia dilahirkan pada tanggal 23 Juli 645. Pada masa kekhalifahan ayahnya, beliau menjadi seorang pangglima yang cukup penting. Pada tahun 668, Khalifah Muawiyah mengirim pasukan dibawah pimpinan Yazid bin Muawiyah untuk melawan Kekaisaran Bizantium. Yazid mencapai Chalcedon dan mengambil alih kota penting Bizantium, Amorion. Meskipun kota tersebut direbut kembali, pasukan arab kemudian menyerang Chartago dan Sisilia pada tabun 669. Pada tahun 670, pasukan Arab mencapai Siprus dan mendirikan pertahanan disana untuk menyerang jantung Bizantium. Armada Yazid menaklukan Smyrna dan kota pesisisr lainnya pada tahun 672.
Khalifah Muawiyah wafat pada tanggal 6 Mei 680. Yazid bin Muawiyah menjadi Khalifah selanjutnya. Yazid menjabat sebagai Khalifah dalam usia 34 tahun. Pengangkatnyan berdasarkan kebijakan Khalifah Muawiyah menerapkan sistem monarki. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Ia kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya.
Selama berkuasa, Yazid bin Muawiyah  mencoba melanjutkan kebijakan ayahnya dan menggaji banyak orang yang membantunya. Ia memperkuat struktur administrasi khilafah dan memperbaiki pertahanan militer Syiria, basis kekuatan Bani Umayyah. Sistem keuangan diperbaiki. Ia mengurangi pajak beberapa kelompok Kristen dan menghapuskan konsesi pajak yang ditanggung orang-orang Samara sebagai hadiah untuk pertolongan yang telah disumbangkan di hari-hari awal penaklukan Arab. Ia juga membayar perhatian berarti pada pertanian dan memperbaiki sistem irigasi di oasis Damaskus. Ia meninggal pada tahun 64 H/683 M dalam usia 38 tahun dan masa pemerintahannya ialah tiga tahun dan enam bulan. Kemudian kekhalifahan turun kepada anaknya, Muawiyah Bin Yazid.

3. Muawiyah bin Yazid (64-64 H / 683-683 M)
Nama lengkapnya Muawiyah bin Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia adalah seorang pemuda yang tampan.Dia disebut juga Abu Abdurrahman, ada juga yang menyebutnya Abu Yazid dan Abu Laila. Beliau anak Yazid yang lemah dan sakit-sakitan,disamping itu dia adalah seorang ahli Kimia pada masa pemerintahan Kakeknya Muawiyah bin Abu Sufyan.
Muawiyah bin Yazid menjadi Khalifah atas dasar wasiat ayahnya pada bulan Rabiul Awal tahun 64 Hijriah atau berkenaan tahun 683 M. Muawiyah bin Yazid diangkat menjadi Khalifah pada usia 23 tahun. Dia adalah seorang pemuda yang shalih. Ketika dia diangkat menjadi khalifah dia sedang menderita sakit. Sakitnya semakin keras, akhirnya dia meninggal dunia. Dia bahkan tidak pernah keluar pintu sejak dia diangkat menjadi khalifah. Dia belum sempat melakukan apa-apa,dan belum pernah menjadi imam sholat untuk rakyatnya. Ada yang mengatakan bahwa masa kekhalifahannya sekitar 40 hari ada pula yang mengatakan dia menjadi khalifah selama 2 bulan,ada yang mengatakan juga 3 bulan dan ada juga 6 bulan.
4.Marwan bin Hakam (64-65 H / 684-685 M)
Nama lengkapnya Marwan bin Hakam bin Abul ‘Ash. Ia merupakan Khalifah keempat dari Dinasti Bani Umaiyyah setelah Muawiyyah bin Yazid wafat. menurut silsilah,  dia merupakan cucu dari Abul ‘Ash yang juga merupakan kakek dari Ustman bin Affan. 
Setelah terputusnya keturunan Muawiyyah di kekuasaan Muawiyyah bin Yazid maka kursi kekuasaan beralih ke Bani Marwan setelah keluarga besar Umayyah mengangkatnya sebagai khalifah. Karena mereka menganggap Marwan bin Hakam adalah orang yang tepat untuk mengendalikan kekuasaan karena pengalamanya. ketika itu kondisi tidak stabil dan banyak terjadi perecahan ditubuh bangsa Arab.
Pada Masa Khalifah Muawiyyah bin Abu Sufyan, Marwan bin Hakam diangkat menjadi gubernur di Madinah.  Pada masa inilah, Marwan diserahi jabatan gubernur untuk wilayah Hijaz yang berkedudukan di Madinah. Ketika penduduk Madinah menyatakan dukungan kepada Abdullah bin Zubair, Marwan melarikan diri ke Damaskus. Pertentangan antara pihak Abdullah bin Zubair dan Marwan bin Hakam mencapai puncaknya pada Perang Marju Rahith yang terjadi pada 65 H. Pada peperangan ini pasukann Abdullah bin Zubair mengalami kekalahan cukup telak. Penduduk wilayah Mesir dan Libya yang semula berpihak padanya, mengangkat baiat atas Marwan. Namun wilayah Hijaz, Irak dan Iran tetap tunduk kepada Abdullah bin Zubair.
Dengan demikian, pada masa itu wilayah Islam terpecah menjadi dua khilafah. Daerah Hijaz dan sekitarnya termasuk Makkah dan Madinah tunduk kepada Abdullah bin Zubair. Sedangkan wilayah Syria berada dalam kekuasaan Marwan bin Hakam.Untuk mengukuhkan jabatan khilafahnya itu, Marwan bin Hakam yang sudah berusia 63 tahun itu mengawini Ummu Khalid, janda Yazid bin Muawiyah. Perkawinan yang tidak seimbang itu sangat kental aroma politik. Dengan mengawini janda Yazid, Marwan bermaksud menyingkirkan Khalid, putra termuda Yazid dari tuntutan khilafah. Marwan bin Hakam meninggal pada usia 63 tahun. Ia hanya menjabat sebagai khalifah selama 9 bulan 18 hari.
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H / 685-705 M)
Nama lengkapnya Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin Abul ‘Ash. Ia dilantik sebagai Khalifah setelah kematian ayahnya, pada tahun 685 M. Dibawah kekuasaan Abdul Malik, kerajaan Umayyah mencapai kekuasaan dan kemulian. Ia terpandang sebagai Khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan kembali kesatuan Dunia Islam dari para pemberontak.
Dalam ekspansi ke timur ini, khalifah Abdul Malik bin Marwan melanjutkan peninggalan ayahnya. Ia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.
Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Pada masa Abdul Malik bin Marwan, Dinasti  bani Umayyah dapat mencapai puncak kejayaannya. Ia meninggal pada tahun 705 M dalam usia yang ke-60 tahun. Ia meninggalkan karya-karya terbesar didalam sejarah Islam. Masa pemerintahannya berlangsung selama 21 tahun, 8 bulan.
6. Walid bin Abdul Malik (86-96 H / 705-715 M)
Nama lengkapnya Walid bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin Abul ‘Ash. Masa pemerintahan Walid bin Malik adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu peristiwa besar, yaitu perluasan wilayah kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua Eropa pada tahun 711 M. Perluasan ke arah Barat dipimpin oleh panglima Islam, Thariq bin Ziyad. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Kemudian pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin Nushair juga berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.
Selain melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, Walid juga melakukan pembangunan besar-besaran selama masa pemerintahannya untuk kemakmuran rakyatnya. Khalifah Walid bin Abdul Malik meninggalkan nama yang sangat harum dalam sejarah Dinasti Bani Umayyah dan merupakan puncak kebesaran Daulah tersebut.
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H / 715-717 M)
Nama lengkapnya Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin Ash, panggilanya Abu Ayub. Lahir di Madinah pada tahun 54 H. Ia merupakan saudara dari Walid bin Abdul Malik, khalifah sebelumnya. Dia diangkat sebagai khalifah pada tahun 96 H pada usia 42 tahun. Menjelang saat terakhir pemerintahannya, ia memanggil Gubernur wilayah Hijaz, yaitu Umar bin Abdul Aziz, yang kemudian diangkat menjadi penasehatnya dengan memegang jabatan wazir besar.Ia menunjuk umar bin Abdul Azis sebagai penerusnya. Dan menjadikan Yazid bin Abdul Malik sebagai khalifah setelah Umar bin abdul azis.Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan.
8. Umar bin Abdul-Aziz (99-101 H / 717-720 M)
Nama lengkapnya Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abul ‘Ash. Ia merupakan sepupuh khalifah sebelumnya, Sulaeman bin Abdul Malik. Ia menjabat sebagai Khalifah pada usia 37 tahun . Ia terkenal adil dan sederhana. Ia ingin mengembalikan corak pemerintahan seperti pada zaman khulafaur rasyidin. Pemerintahan Umar meninggalkan semua kemegahan Dunia yang selalu ditunjukkan oleh orang Bani Umayyah.
Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, ia berhasil menjalin hubungan baik dengan Syi’ah. Ia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Kedudukan mawali (orang Islam yang bukan dari Arab) disejajarkan dengan Muslim Arab. Pemerintahannya membuka suatu pertanda yang membahagiakan bagi rakyat. Ketakwaan dan keshalehannya patut menjadi teladan. Ia selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Ia meninggal pada tahun 720 M dalam usia 39 tahun, dimakamkan di Deir Simon.
9. Yazid  bin Abdul-Malik (101-105 H / 720-724 M)
Nama lengkapnya Yazid bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin Abul ‘Ash. Ia merupakan sepupu khalifah sebelumnya, Umar bin Abdul Azis. Ia menjabat khalifah kesembilan Daulah Umayyah pada usia 36 tahun. Khalifah yang sering dipanggil dengan sebutan Abu Khalid ini lahir pada 71 H. Ia menjabat khalifah atas wasiat saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik. Ia dilantik pada bulan Rajab 101 H. Ia mewarisi Dinasti Bani Umayyah dalam keadaan aman dan tenteram. Pada masa awal pemerintahannya, Yazid bertindak menuruti kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Azis sebelumnya. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Setelah itu terjadi perubahan. Karena banyak penasihat yang tidak setuju dengan kebijakan positif yang diterapkan Umar bin Abdul Azis.
Sebelum Yazid meninggal,  sempat terjadi konflik antara dirinya dan saudaranya, Hisyam bin Abdul Malik. Namun hubungan keduanya baik kembali setelah Hisyam lebih banyak mendampingi sang khalifah hingga wafat. Ia meninggal dunia pada usia 40 tahun. Masa pemerintahannya hanya berkisar 4 tahun satu bulan.
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H / 724-743 M)
Nama lengkapnya Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin Abul ‘Ash. Ia merupakan saudara kandung khalifah sebelumnya, Yazid bin Abdul Malik. Ia menjabat sebagai Khalifah pada usia yang ke 35 tahun. Ia terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi militer. Pada masa pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan Dinasti baru, Bani Abbas.
Pemerintahan Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya, kerana gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah tidak mampu mematahkannya.
Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami kemajuan. Dua tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun 743 M, ia wafat dalam usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 19 tahun, 9 bulan. Sepeninggal Hisyam, Khalifah-Khalifah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin mempercepat runtuhnya Daulah Bani Ummayyah.
11. Walid bin Yazid bin Abdul Malik (125-126 H / 743-744 M)
Nama lengkap Walid bin Yazid bin Abdul Malik. Ia adalah keponakan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, khalifah sebelumnya. Ia adalah anak dari Yazid bin Abdul Malik, Khalifah kesembilan dinasti Bani Umayah. Pada masa pemerintahnya, Dinasti Umayah menDinasti Umayah mengalami kemunduran. Ia memiliki prilaku buruk dan suka melanggar norma agama. Kalangan keluarga sendiri benci padanya. Dan ia mati terbunuh.
Adapun kebijakan yang paling utama yang dilakukan oleh Walid bin Yazid ialah melipatkan jumlah bantuan sosial bagi pemeliharaan orang-orang buta dan orang-orang lanjut usia yang tidak mempunyai famili untuk merawatnya. Ia menetapkan anggaran khusus untuk pembiayaan tersebut dan menyediakan perawat untuk masing-masing orang. Masa pemerintahannya berlangsung selama 1 tahun, 2 bulan. Dia wafat dalam usia 40 tahun.
12 Yazid bin Walid bin Abdul Malik (126-127 H/ 744 M)
Nama lengkap Yazid bin Walik bin Abdul Malik, sepupuh dari khalifah sebelumnya, Walid bin Yazid bin Abdul Malik. Ia adalah anak dari Walid bin Abdul Malik, Khalifah keenam dinasti Bani Umayah. Pemerintahan Yazid bin Walid tidak mendapat dukungan dari rakyat, karena kebijakannya suka mengurangi anggaran belanja negara. Masa pemerintahannya tidak stabil dan banyak pemberontakan. Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan. Dia wafat dalam usia 46 tahun.


13 Ibrahim bin Walid bin Abdul Malik (127 H / 744 M)
Nama Lengkap Ibrahim bin Walid bin Abdul Malik, saudara kandung Yazid bin Walid bin Abdul Malik, Khalifah sebelumnya. Dia diangkat menjadi Khalifah tidak memperoleh suara bulat di dalam lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Kerana itu, keadaan negara semakin kacau dengan munculnya beberapa pemberontak. Ia menggerakkan pasukan besar berkekuatan 80.000 orang dari Arnenia menuju Syiria. Ia dengan suka rela mengundurkan dirinya dari jabatan khilafah dan mengangkat baiat terhadap Marwan ibn Muhammad. Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.
14. Marwan bin Muhammad (127-133 H / 744-750 M)
Nama lengkap Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam. Ia adalah cucu dari khalifah keempat bani Umayah,  Marwan bin Hakam dan keponakan Khalifah kelima, Abdul Malik bin Marwan. Beliau seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlawan. Beberapa pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu mengahadapi gerakan Bani Abbasiyah dengan pendukung yang kuat.
Marwan bin Muhammad melarikan diri ke Hurah, terus ke Damaskus. Namun Abdullah bin Ali yang ditugaskan membunuh Marwan oleh Abbas As Syaffah selalu mengejarnya.Akhirnya sampailah Marwan di Mesir. Di Bushair, daerah al Fayyun Mesir, dia mati terbunuh oleh Shalih bin Ali, orang yang menerima penyerahan tugas dari Abdullah. Marwan terbunuh pada tanggal 27 Dzulhijjah 132 H\5 Agustus 750 M. Dengan demikian berakhirlah dinasti  Bani Umayyah, dan kekuasaan selanjutnya dipegang oleh Bani Abbasiyah.
  1. Masa Kejayaan Bani Umayyah
pemerintahan Bani Umayyah tidak menganut sistem demokrasi bukan berati tidak mengalami perkembangan dan kemajuan dimasa pemerintahannya. Hal ini meliputi berbagai aspek baik sistem pemerintahan, administrasi, ilmu pengetahuan, sastra ekonomi, seni dan budaya.


1. PERKEMBANGAN SASTRA
Beberapa cabang seni budaya/sastra meningkat pada masa Bani Umayyah terutama seni bahasa, seni suara, seni rupa dan seni bangunan (arsitektur). Sementara seni tari tidak dimasukkan dalam kategori seni budaya, sekalipun tari-tarian berkembang luas khususnya dalam istana-istana dan gedung-gedung orang kaya.


Bani umayyah berusaha untuk mempertahankan kemurnian bangsa Arab, mereka berusaha untuk meninggikan derajat bangsa Arab sebagai bangsa penguasa di antara bangsa lain yang dikuasai. Karena kefanatikannya kepada bangsa Arab, khalifah Abdul Malik Ibn Marwan mewajibkan bahasa Arab menjadi bahasa resmi Negara sehingga semua perintah dan peraturan serta komunikasi secara resmi memakai bahasa Arab. Akibatnya bahasa Arab dipelajari orang. Tumbuhlah ilmu qowaid dari ilmu lain untuk mempelajari bahasa Arab. Bahasa Arab menjadi bahasa resmi Negara sampai sekarang pada banyak Negara: Irak, Siria, Mesir, Libanon, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko, di samping Saudi Arabia, Yaman, Emirat Arab dan sekitarnya.
Para penguasa Bani Umayyah semuanya menggunakan tenaga-tenaga penyair, muawiyah mempunyai seorang penyair yang bernama Al-Akhthal. Penyair yang bernama Jarir jatuh ke tangan keluarga Zubair. Ia pernah dihadapkan kepada Al-Hajjaj, dan kedatangannya diterima dengan hormat. Al-Hajjaj ingin menarik simpati Jarir dengan bersikap baik-baik kepadanya, karena itu Jarir lalu memuji Al-Hajjaj dengan berbagai kasidah.
Di bidang seni bangunan (arsitektur), Bani Umayyah berhasil mendirikan beberapa bangunan mewah diantaranya; Mesjid Baitul Maqdis di Yerussalem yang terkenal dengan kubah batunya (Qubbah al-Sakhara) yang dibangun oleh khalifah Abdul Malik pada tahun 691 M dan istana Qusayr Amrah yang terbuat dari kapur berwarna bening kemerah-merahan.
Di samping syair (puisi), seni suara juga tumbuh subur di Hijaz. Pada masa itu hijaz mengirimkan banyak biduan dan biduanita ke istana para khalifah dan yang pertama ialah Mu’awiyah. Ia merasa asyik mendengarkan hikmah sya’ir yang didendangkan dengan irama menarik.
Di antara banyak biduanita yang terkenal pada zaman kekuasaan Bani umayyah ialah seorang wanita yang bernama Salamah Al-Qis. Ia belajar seni suara kepada Ma’bad, Ibnu Aisyah dan Jamilah. Ada lagi seorang pria terkenal mahir menyanyi, yaitu Thuwais Al-Mughanniy. Ia juga pandai menabuh rebana. Penguasa Madinah yang bernama Aban bin ‘Utsman senang bergaul dengannya dan suka mendengarkan lagu-lagu yang dibawakannya.


2. ILMU PENGETAHUAN
Salah satu aspek dari kebudayaan adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau masa Nabi dari khulau ar-rasyidin perhatian terpusat pada memahami Alquran dan hadis Nabi untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlah, ibadah, muamalah dari kisah-kisah Alquran, maka perhatian sesudah itu, sesuai dengan kebutuhan zaman, tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam.


Daerah kekuasaanya, selain yang diwariskan oleh khulafau ar’rasyidin, telah pula menguasai Andalus, Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurosan, terus ke timur sampai ke benteng tiongkok. Dalam daerah kekuasaannya ada kota-kota pusat kebudayaan. Yunani Iskandariyah, Antiokia, Harran, Yunde Sahpur, yang dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan itu setelah masuk Islam tetap memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yunani itu, bahkan mendapat perlindungan. Di antara mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di istana khalifah.
Ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan, atau wazir, sehingga kehadiran mereka sedikit banyak mempengaruhi perkembangan Khalid ibn Yazid, cucu Muawiyah, tertarik pada ilmu kimia dari ilmu kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta untuk menyuruh para sarjana Yunani yang bermukim di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku Kimia dari kedokteran ke dalam bahasa Arab dan itu menjadi terjemahan pertama dalam sejarah. Al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian kepada bimaristan, yaitu rumah sakit sebagai tempat berobat dari perawatan orang-orang sakit serta sebagai tempat studi kedokteran. Khalifah Umar Ibn Abbas Azis menyuruh ulama secara resmi untuk membukukan hadis-hadis Nabi. Khalifah ini juga bersahabat dengan Ibn Abjar, seorang dokter dari Iskandariyah yang kemudian menjadi dokter pribadinya.
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua yaitu:
  1. Al-Adaabul Hadisah (ilmu-ilmu baru), yang terpecah menjadi dua bagian:
  • Al-Ulumul Islamiyah, yaitu ilmu-ilmu Alquran, al-hadist, al-Fiqh, al-ulumul Lisaniyah, at-Tarikh dan al-Jughrafi.
  • Al-Ulumud Dakhiliyah, yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh kemajuan Islam, seperti ilmu thib, fisafat, ilmu pasti dan ilmu-ilmu eksakta lainnya yang disalin dari bahasa Persia dan Romawi.
  1. Al-Adaabul Qadimah (ilmu-ilmu lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di      zaman Jahiliah dan di zaman khalafaur rasyidin, seperti ilmu-ilmu lughah, syair,  khitabah dan amsaal.


Pada permulaan masa Daulah Bani Umayyah orang Muslim membutuhkan hukum dan undang-undang, yang bersumber pada al-Qur’an. Oleh karena itu mereka mempunyai minat yang besar terhadap tafsir Alquran. Ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Beliau menafsirkan Alquran dengan riwayat dan isnaad. Kesulitan-kesulitan kaum muslimin dalam mengartikan ayat-ayat Alquran dicari dalam al-Hadis. Karena terdapat banyak hadis yang bukan hadis, maka timbullah usaha untuk mencari riwayat dan sanad al-hadis, yang akhirnya menjadi ilmu hadis dengan segala cabang-cabangnya. Maka kitab tentang ilmu hadis mulai banyak dikarang oleh orang-orang Muslim. Diantara para muhaddistin yang termashur pada zaman itu, yaitu: Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab az-Zuhry, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at-Tayammami al-Makky, Al-Auza’I Abdur Rahman bin Amr, Hasan Basri Asy-Sya’bi.


3. KEMAJUAN BIDANG EKONOMI
Pada masa Bani Umayyah ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa. Dengan wilayah penaklukan yang begitu luas, maka hal itu memungkinkannya untuk mengeksploitasi potensi ekonomi negeri-negeri taklukan. Mereka juga dapat mengangkut sejumlah besar budak ke Dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini membuat bangsa Arab hidup dari negeri taklukan dan menjadikannya kelas pemungut pajak dan sekaligus memungkinkannya mengeksploitasi negeri-negeri tersebut, seperti Mesir, Suriah dan Irak.
khalifah Abdul Malik bin Marwan diadakan pergantian mata uang. Ia mengeluarkan mata uang logam Arab. Sebelumnya, pada masa Nabi Muhammad saw., dan khalifah Abu Bakar, mata uang Romawi dan Persia khususnya pada masa khalifah Umar bin al-Khattab telah banyak yang rusak.Pembaharuan mata uang yang dilakukan adalah jenis mata uang baru yang bisa dibilang sebagai mata uang resmi pemerintahan Islam. Mata uang tersebut terbuat dari emas, perak dan perunggu yang dalam bahasa Romawi disebut dengan Dinar (uang emas), Dirham (uang perak) dan Fals atau Fuls (uang perunggu).
Gubernur Irak yang pada waktu itu dijabat oleh Hajjaj bin Yusuf ternyata banyak melakukan perbaikan dan pembangunan di Irak ketika ia menjadi gubernur di wilayah itu. Ia berhasil memakmurkan negeri itu setelah diporak-porandakan oleh peperangan yang berlangsung selama kurang lebih 20 tahun. Ia memperbaiki irigasi dengan mengalirkan air Sungai Tigris dan Eufrat jauh ke pelosok negeri, sehingga kesuburan tanah pertanian terjamin. Ia melarang keras perpindahan orang desa ke kota. Kehidupan ekonomi pun dibangun dengan memperbaiki system keuangan, alat timbangan, takaran dan ukuran. Ia juga menyempurnakan tulisan mushaf Al’quran dengan membubuhkan tanda titik pada huruf tertentu.
Masa pemerintahan al-Walid I menampakkan puncak kejayaan dinasti Umayyah. Wilayah kekuasaannya pun bertambah luas sampai ke spanyol di barat dan Sind (India) di Timur. Kesejahteraan rakyat mendapat perhatian besar. Ia mengumpulkan anak yatim, memberi mereka jaminan hidup dan menyediakan guru untuk mengajar mereka. Bagi orang cacat, ia menyediakan pelayan khusus yang diberi gaji. Orang buta diberi penuntun dan bagi orang lumpuh disediakan perawat. Ia juga mendirikan bangunan khusus untuk orang kusta agar mereka dapat dirawat sesuai dengan persyaratan kesehatan. Al-Walid I juga membangun jalan raya, terutama jalan ke Hedzjaz. Di sepanjang jalan itu digali sumur untuk menyediakan air bagi orang yang melewati jalan. Untuk mengurus sumur-sumur tersebut ia mengangkat pegawai. Peninggalan al-Walid yang masih dapat disaksikan sampai kini adalah Masjid Agung Damaskus. Sektor industri tak luput dari perhatian Umayyah dengan peningkatan produksi handycraft. Industri ini menjadi tulang punggung ekonomi setelah pertanian.
Abdul Malik bin Marwan mengembangkan lembaga ata’ atau pembagian harta rampasan perang secara perlahan-lahan kepada bangsa Syiria. Ketika Yazid I terancam keresahan di Iraq dan pemberontakan Ibnu Zubair di Hijaz, dia merasa berkewajiban untuk menyerahkan garnizum Cyprus kepada Syiria yang praktis merupakan satu-satunya kelompok pasukan yang mendapat pembayaran gaji, demikian pula pasukan yang memblokade Ibnu Zubair di Mekkah dibayar 100 dinar.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99 H/717 M), ia terkenal dengan kesederhaan, keadilan dan kebijaksanaannya. Sebelum menjadi khalifah, hidupnya diliputi oleh kemewahan dan kemegahan. Sebagai seorang bangsawan, ia memiliki kekayaan yang melimpah dan gaya hidup gemerlap. Setelah menjadi khalifah, gaya hidupnya berubah. Ia memilih hidup sangat sederhana, ia menjual pakaian dan perhiasannya yang bagus dan mahal, lalu memasukkkan hasilnya ke dalam perbendaharaan Negara (baitul mal).
Selanjutnya ia melakukan pembersihan di kalangan keluarga Bani Umayyah. Tanah-tanah atau harta orang lain yang pernah diberikan kepada orang tertentu dimasukkannya ke dalam baitulmal. Kebijakannya di bidang fiskal mendorong orang non-muslim untuk memeluk agama Islam.


Umar bin Abdul Aziz pernah menghimpunkan sekumpulan ahli fikih dan ulama kemudian beliau berkata kepada mereka: “Aku menghimpunkan kamu semua untuk bertanya pendapat tentang perkara yang berkaitan dengan barangan yang diambil secara zalim yang masih berada bersama-sama dengan keluarga aku?” Lalu mereka menjawab: “Wahai Amirul Mukminin! perkara tersebut berlaku bukan pada masa pemerintahan kamu dan dosa kezaliman tersebut ditanggung oleh orang yang mencerobohnya.” Walau bagaimanapun Umar tidak puas hati dengan jawapan tersebut sebaliknya beliau menerima pendapat daripada kumpulan yang lain termasuk anak beliau sendiri Abdul Malik yang berkata kepada beliau: “Aku berpendapat bahawa ia hendaklah dikembalikan kepada pemilik asalnya selagi kamu mengetahuinya. Sekiranya kamu tidak mengembalikannya, kamu akan menanggung dosa bersama-sama dengan orang yang mengambilnya secara zalim.” Umar berpuas hati mendengar pendapat tersebut lalu beliau mengembalikan semula barangan yang diambil secara zalim kepada pemilik asalnya.
Khalifah Umar bin Abdul Azis juga memperingan pajak yang diwajibkan kepada Kaum Nasrani di Cyprus dan Eilah (dekat laut merah). Ia memperlakukan kaum mawali Muslimin (bekas-bekas budak yang telah memeluk Islam) dengan perlakuan seperti yang diberikan kepada kaum Muslimin Arab. Mereka dibebaskan dari kewajiban membayar pajak yang dahulu ditetapkan oleh khalifah Umar ibnul Khattab. Ia juga mengizinkan kaum muslimin memiliki tanah-tanah lahan di negeri-negeri yang termasuk di dalam wilayah kekuasaan Islam.
Selama masa pemerintahannya, Umar melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum, seperti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, pembangunan jalan, penyediaan tempat penginapan bagi para musafir, perbanyakan masjid dan lain-lain. Orang sakit mendapat bantuan dari pemerintah. Dinas pos juga diperbaiki agar tidak hanya melayani pengiriman surat resmi para gubernur dan pegawai khalifah atau sebaliknya, tetapi juga melayani pengiriman surat rakyat.
Kesejahteraan masyarakat digambarkan oleh Umar bin Usaid dalam ungkapannya; Demi Allah, Umar bin Abdul Aziz tidak meninggal hingga seorang laki-laki datang kepada kami dengan sejumlah harta dalam jumlah besar dan dia berkata “salurkan harta ini sesuai dengan kehendakmu”, ternyata tidak ada yang berhak menerima harta itu. Sungguh Umar bin Abdul Aziz telah membuat manusia berkecukupan”.


Upaya untuk meningkatkan perekonomian itu, diantaranya dilakukan dengan membangun sarana jalan dan bendungan guna menunjang kelancaran transportasi dan meningkatkan penghasilan masyarakat. Pembangunan perkebunan kapas dan pabrik tenun kesungguhan bagi kemajuan ekonomi masyarakat.


4. KEMAJUAN BIDANG ADMINISTRASI
Guna memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Administrasi pemerintahan pada masa Bani Umayyah meliputi; jabatan khalifah (kepala negara) yang memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan jabatan-jabatan dan jalannya pemerintahan, wizarah (kementerian) yang bertugas membantu atau mewakili khalifah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, kitabah (kesekretariatan), dan hijabah (pengawalan pribadi).
Selain mengangkat majelis penasehat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang “al-Kuttab (secretaries) untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi:
  1. Katib ar-Rasail; sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
  2. Katib al-Kharraj; sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran Negara.
  3. Katib al-Jundi; sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang bekaitan dengan ketentaraan.
  4. Katib as-Syurtah; sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
  5. Katib al-Qudat; sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hokum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Perbaikan di bidang administrasi pemerintahan dan pelayanan umum dilaksanakan oleh khalifah Abdul Malik dan gubernurnya. Di bidang administrasi pemerintahan ia memerintahkan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di setiap kantor pemerintah. Sebelum itu bahasa Yunani di di gunakan di Suriah, bahasa Persia dan bahasa Qibti di Mesir. Abdul Azis bin Marwan, saudara Abdul Malik yang menjadi gubernur di Mesir, berjasa dalam pembangunan Mesir pada masanya. Ia membuat pengukur air Sungai Nil, membangun jembatan dan memperluas Masjid Jami Amr bin As.


Hisyam bin Abdul Malik (106-126 H/724-743M) dikenal sebagai khalifah yang cermat dan teliti. Ia memperbaiki administrasi keuangan Negara sehingga pemasukan dan pengeluaran berjalan dengan teratur tanpa terjadi penggelapan atas uang baitulmal. Karena sangat teliti di bidang keuangan, ia dianggap sebagai khalifah yang pelit. Uang Negara tidak bias dikeluarkan kecuali untuk hal yang sangat perlu sekali.
  1. Penyebab runtuhnya Dinasti bani umayyah
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dari keruntuhan Bani Umayyah antara lain:
  1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas, sehingga menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
  2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa ‘Ali –radhiyallaahu ‘anhu-. Sisa-sisa Syi’ah dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah.
  3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non-Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
  4. Lemahnya para khalifah, kecenderungan mereka hidup santai, sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan dan keluarnya mereka dari prinsip-prinsip Islam yang menjadi tonggak tegaknya sebuah negara. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
  5. Pertikaian para khalifah dan permusuhan mereka satu sama lain padahal tadinya seia–sekata dan satu tangan dalam menghadapi pihak luar. Yazid bin Walid Abu Khalid yang bergelar “an-Naqidh” misalnya, mengkudeta khalifah dan membunuh misannya Walid hanya untuk bisa menjadi khalifah.
  6. Banyak bermunculan pemberontakan-pemberontakan yang terjadi yang memecah belah eksistensi negara.
  7. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas bin Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Wallahul musta’an.
Setelah sekian lama mengalami masa-masa kemunduran akhirnya dinasti umayah benar-benar mengalami kehancuran atu keruntuhan. Keruntuhan ini terjadi pada masa pemerintahan Marwan bin Muhammad setelah memerintah lebih kurang 46 tahun. (744-750 M)


BAB III
PENUTUP
  1. Keseimpulan
    1. Dinasti bani Umayyah adalah kelanjutan kepemimpinan Islam dalam menjutkan sistem peradaban pasca Khulafaurasyidin. Kurang lebih pemerintahan bani umayyah di pegang selama 90 tahun (661 M – 750 M) dengan 14 khalifah yang menggunakan sistem kepemerintahan monarki (turun temurun).
    2. Ekspansi besar-besaran yang dilakukan masa kepemerintahan Muawiyah bin, Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
    3. Pada masa Abdul malik bin Marwan Bani umayyah dapat mencapai puncak kejayaan setelah memerintah selama 21 tahun lebih 8 bulan.
    4. Diantara ke 14 khalifah, yang mencapai kepemimpinan yang maksimal hanya lima (5)  khalifah, yakni : Mu’awiyah Bin Abu Sufyan (661 – 680 M), Abdul Malik Bin Marwan (685 – 705 M), Al-Walid Bin Abdul Malik (705 – 715 M), Umar Bin Abdul Aziz, Hisyam Bin Abdul Malik (724 -743 M).
    5. Dinasti bani umayyah benar-benar mengalami kehancuran atu keruntuhan pada masa pemerintahan Marwan bin Muhammad setelah memerintah lebih kurang 46 tahun. (744-750 M)
    6. Runtuhnya kepemimpinan Bani Umayyah dikarenakan beberapa faktor. Pertama, sistem  yang tidak jelas dalam pemerintahan hingga terjadi persaingan diantara anggota keluarga. Kedua, sisa konflik semasa Ali dan Muawiyah yang bersisakan kaum khawariz dan syi`ah (kaum ali) menjadi kekuatan baru yang di pelopori juga keturunan al-abbas bi al-muthalib dan bani hasyim. Ketiga, terpedaya pada kehidupan elit / mewah oleh sebagian khalifah.
  1. Penutup
Demikian makalah ini kami susun. Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dan kontruktif sangat di harapkan demi kesempurnaan karya ilmiah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat di jadikan sumber referensi dan bermanfaat bagi para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA





















1 komentar:

  1. Titanium Easy's flux 125 amp welder
    Use our free Titanium Easy's trekz titanium flux 125 amp micro titanium trim welder to add a microtouch titanium small ion titanium hair color amount of microtouch solo titanium energy into your electric car battery.

    BalasHapus